by

Revisi UU Penyiaran Berpotensi matikan Konten Kreator?

MediaKitaNews – Draf Revisi UU Penyiaran memicu banyak pertanyaan di masyarakat. Termasuk keberadaan salah satu pasal yang dianggap bisa mengancam profesi konten kreator.

Pasal yang menimbulkan pertanyaan itu adalah Pasal 34F Ayat 2 yang mengatur bahwa penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).

Organisasi Pers Demo ke Senayan

Melansir Tempo, Senin 27 Mei 2024, sejumlah organisasi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi, melakukan aksi unjuk rasa terkait revisi Undang-Undang Penyiaran atau UU Penyiaran di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senayan, Jakarta, pada , 27 Mei 2024. Mereka menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran yang saat ini sedang digodok di DPR.

Dalam keterangan tertulis, sejumlah organisasi pers menilai pasal-pasal perubahan untuk UU Penyiaran akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.

Adapun organisasi yang ikut menandatangani keterangan ini, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya, Pewarta Foto Indonesia (PFI), hingga sejumlah organisasi dan LBH lainnya.

“Revisi UU ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik,” kata Senin, 27 Mei 2024.

Menurut mereka, beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. “Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama,” tulisnya.

Tidak hanya jurnalis, sejumlah pasal dalam revisi UU Penyiaran juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal. “Kekangan ini akan berakibat pada memburuknya industri media dan memperparah kondisi kerja para buruh media dan pekerja kreatif di ranah digital.”

Berikut merupakan poin-poin tuntutan dan penolakannya:

  1. Ancaman Terhadap Kebebasan Pers

Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.

  1. Kebebasan Berekspresi Terancam

Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.

  1. Kriminalisasi Jurnalis

Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

  1. Independensi Media Terancam

Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.

  1. Berpotensi Mengancam Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kreatif

Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.

Dari sejumlah poin itu, gabungan organisasi pers meminta DPR untuk segera menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini.

DPR juga harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Selain itu, organisasi pers meminta DPR untuk memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.

Warganet Ikut Soroti Revisi UU Penyiaran

Dikutip dari Instagram @poliklitik, Senin 27 Mei 2024, revisi UU Penyiaran ini memunculkan pertanyaan yaitu bagaimana KPI melakukan verifikasi?

Sedangkan menurut data tahun 2022, Indonesia memiliki 1.300 channel Youtube dengan subscribber di atas 1 juta. Itu baru yang di atas 1 juta. Bagaimana dengan channel-channel di bawahnya?

Belum lagi bicara soal konten kreator di Instagram, Tiktok, dan lain-lain.

Selama ini, mengurusi televisi yang jumlahnya gak seberapa saja KPI kerap kewalahan, bagaimana dengan platform digital?

Masa iya konten kreator mesti verifikasi satu persatu sebelum mereka berhak menayangkan kontennya?

Merespon caption Instagram @poliklitik tersebut, sejumlah Netizen memberikan komentar.

“Apakah pasal subversif akan muncul lagi setelah sekian lama menghilang?,” tanya akun Instagram @danang_arieyanto.

“Bikin konten 3 jam mantengin cat kering, biar capek juga yg verifikasi nonton konten panjang panjang 😂,” komentar akun Instagram @bima_adtyw.***

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *