KALABAHI – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalabahi, kabupaten Alor memberikan penyuluhan kepada warga Desa Pailelang, Kabupaten Alor, NTT, Selasa (30/7/2019) pagi. Ratusan warga tampak antusias mengikuti penyuluhan yang diinisasi Kodim 1622/Alor melalui program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 105 di desa itu.
Kasi Intel Kejari Kalabahi, Tezar R. Eryanzah. SH pada kesempatan tersebut memaparkan materi peran masyarakat dalam penegakan hukum. Tezar mengatakan, hukum merupakan pedoman berperilaku agar terjadi ketertiban dan keteraturan dalam pergaulan bermasyarakat, mencegah prilaku yang menyimpang. Hukum juga sebagai alat penyelesaian sengketa agar konfilk-konfilik kepentingan yang terjadi dapat diselesaikan dengan tertib dan damai tanpa membedakaan antara yang kuat dan yang lemah.
\”Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat agar terjadi perubahan sosial seperti dari keadaan hidup yang serba terbatas menuju keadaan hidup yang lebih baik, dari keadaan kacau menuju keadaan tertib dan teratur. Negara Indonesia adalah Negara Hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945,\” katanya.
Tezar mencontohkan, manusia selalu hidup berdampingan dan memiliki keinginan melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun objek pemenuhan kebutuhan terbatas, sehingga bisa menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.
\”Adanya perbedaan keinginan, kebutuhan, kepentingan inilah yang menyebabkan timbul konflik, kekacauan, bentrokan sampai jatuh korban. Akan tetapi, masyarakat ingin kemajuan budaya yang aman, tertib, teratur, damai sehingga bersepakat membentuk norma-norma, sanksi, yang mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Disinilah kemudian dibentuklah hukum,\” sambung Tezar.
Untuk itu, lanjutnya, segala tindakan warga negara Indonesia, pejabat negara dan aparatur pemerintahan, harus berdasarkan atas hukum. Begitu pun dengan warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesia, harus taat hukum.
\”Untuk itu, peran masyarakat dalam penegakan hukum adalah wajib menjunjung hukum, memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, mencegah terjadinya tindak pidana dengan tidak melakukan tindak pidana serta dapat menjadi agen perubahan (The agent of change),\” harap Tezar.
Dia juga menghimbau kepada masyarakat agar menghindari tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) dalam merespon terjadinya suatu peristiwa kejahatan yang menciptakan suasana yang tidak tertib.
Sementara itu, Kasi Pidsus Agustina Dekuanan pada kesempatan tersebut memaparkan materi terkait penghapusan kekerasan dalam lingkup rumah tangga menyampaikan, penerapan UU RI. No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga karena banyaknya terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga, baik dalam bentuk kekerasaan fisik, psikis, seksual dan penelantaran.
\”Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan (Pasal 28 G UUD 1945, Pasal 26 B ayat (2) UUD 1945. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga,\” ujarnya.
Menurut Agustina, tujuan lainnya adalah mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban, menindak pelaku dan memelihara keutuhan rumah tangga.
\”Sementara perbuatan yang dilarang, melakukan kekerasan fisik (Pasal 44, maksimal penjara 5 tahun dan denda15 juta, luka berat maksimal10 tahun dan denda 30 juta, meninggal dengan ancaman hukuman 15 tahun dan denda 45 juta serta kekerasan fisik ringan dijerat hukuman 4 bulan,\” bebernya.
Dia juga menyampaikan, untuk pelaku psikis atau kekerasan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya, akan dijerat dengan Pasal 45 dengan ancaman hukuman maksimal 3 tahun dengan denda Rp.9 juta dan ringan dihukum 4 bulan dan denda Rp.3 juta.
\”Melakukan kekerasan seksual dijerat hukuman maksimal 12 tahun, denda 36 juta. Dengan orang lain tujuan komersial, hukuman maksimal 15 tahun, denda Rp.12 – 300 juta, penelantaran rumah tangga, menurut hukum, persetujuan, perjanjian, beri peghidupan perawatan, pemeliharaan, ancaman hukumannya maksimal 3 tahun, debda 15 juta,\” tutur Kasi Pidsus. (*Pepenk/Editor: Leader Ismail).
Comment