MediaKitaNews – Kunjungan Presiden Tiongkok Xi Jinping ke Vietnam pada Senin (14/4/2025) dalam rangkaian lawatannya ke Asia Tenggara memantik respons keras dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Trump menilai pertemuan antara pemimpin Tiongkok dan Vietnam bukan sekadar diplomasi regional, melainkan langkah strategis yang berpotensi merugikan kepentingan Amerika Serikat.
“Saya tidak menyalahkan China, juga tidak menyalahkan Vietnam. Saya tahu pertemuan itu untuk mengacaukan Amerika Serikat,” ujar Trump dalam pernyataan pada Selasa (15/4/2025, yang dikutip dari RRI.co.id, Rabu (16/4/2025).
Xi Jinping tiba di Vietnam sebagai bagian dari tur diplomatiknya di kawasan Asia Tenggara, yang juga mencakup Malaysia dan Kamboja.
Di Vietnam, Xi mendorong kerja sama yang lebih erat dalam menjaga perdagangan bebas global serta menolak segala bentuk tindakan sepihak yang dinilai dapat menggoyahkan stabilitas sistem perdagangan dunia.
Pernyataan Xi dianggap sebagai sindiran halus terhadap Amerika Serikat yang belakangan mengambil sejumlah kebijakan unilateral dalam hal tarif dan perdagangan. Beijing dan Hanoi kini sepakat untuk mempererat hubungan bilateral di tengah tekanan ekonomi global.
Xi menyatakan Tiongkok dan Vietnam berada di titik balik sejarah dan perlu maju bersama memperkuat kerja sama bilateral.
Lawatan ini juga menghasilkan 45 perjanjian kerja sama antara kedua negara, mencakup berbagai sektor strategis seperti kecerdasan buatan, rantai pasok global, patroli maritim bersama, dan proyek pembangunan rel kereta api lintas negara senilai US$8 miliar atau setara Rp134,5 triliun.
Jalur rel tersebut akan menghubungkan pelabuhan utama Vietnam di utara dengan perbatasan Tiongkok, melintasi kawasan industri vital tempat beroperasinya pabrik global seperti Samsung, Foxconn, dan Pegatron.
Bagi sejumlah pengamat, langkah ini menunjukkan manuver strategis Tiongkok dalam memperkuat pengaruhnya di Asia Tenggara, terlebih di tengah persaingan dagang yang kian tajam dengan Washington. Kawasan ASEAN dipandang sebagai mitra kunci dalam strategi ekonomi Tiongkok menghadapi tekanan dari kebijakan tarif AS.
Sejarah hubungan Tiongkok-Vietnam sendiri tidak selalu mulus. Kedua negara komunis ini pernah berkonflik secara militer pada masa Perang Dingin, akibat perbedaan posisi politik terhadap Uni Soviet. Kini, dengan pendekatan baru dan kerja sama ekonomi besar-besaran, hubungan Beijing-Hanoi memasuki babak baru.
Namun, bagi Trump dan sebagian kalangan di AS, dinamika baru ini justru dianggap sebagai pergeseran geopolitik yang dapat melemahkan posisi Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik.***