MediaKitaNews – Kasus hukum di NTB sedang menjadi sorotan publik setelah Agus Buntung (21), seorang pemuda tunadaksa tanpa lengan, ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi. Tuduhan ini memicu polemik, terutama karena keterbatasan fisik Agus yang dianggap tidak memungkinkan ia melakukan tindakan tersebut.
Versi Polisi: Dugaan Manipulasi Verbal
Polda NTB menyebut Agus menggunakan komunikasi verbal untuk memengaruhi korban hingga membawanya ke sebuah penginapan di Mataram. Namun, penetapan ini menuai kritik karena banyak pihak mempertanyakan logika di balik dugaan tersebut.
Pembelaan Agus: “Kondisi Fisik Saya Tidak Memungkinkan”
Dalam sebuah pernyataan emosional, Agus membantah keras tuduhan itu. Ia menjelaskan bahwa kondisi fisiknya membuatnya bahkan tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
“Logika saja, bagaimana saya bisa buka celana atau baju sendiri? Semua aktivitas saya dibantu oleh orang tua. Jadi bagaimana mungkin saya melakukan kekerasan seksual?” ujar Agus dikutip dari Instagram @fakta.indo, Jumat (6/12/2024)
Agus juga mengimbau masyarakat untuk melihat kasus ini secara objektif, mengingat keterbatasan fisiknya yang nyata.
Kronologi Versi Agus: “Ini Atas Dasar Suka Sama Suka”
Menurut Agus, peristiwa bermula saat ia meminta bantuan kepada seorang mahasiswi untuk diantar kembali ke kampus setelah makan siang. Namun, perjalanan tersebut berubah arah hingga akhirnya mereka tiba di sebuah penginapan.
Agus mengaku terkejut ketika korban mulai melucuti pakaian mereka di kamar. Ia mengklaim bahwa peristiwa tersebut terjadi atas dasar suka sama suka, tanpa adanya unsur paksaan.
“Saya diam karena bingung, tapi saya tidak memaksa. Semua terjadi begitu saja,” ungkapnya.
Namun, beberapa hari setelah kejadian, Agus mendapati dirinya menjadi sorotan negatif. Sebuah foto dirinya tersebar di media sosial, disertai tuduhan pemerkosaan.
Pertanyaan Logis yang Muncul
Kasus ini memunculkan banyak pertanyaan. Bagaimana seorang pemuda tanpa lengan bisa melakukan tindakan tersebut secara paksa? Apa yang mendasari klaim korban?
Sementara itu, pengamat hukum meminta aparat penegak hukum untuk menangani kasus ini secara adil dan transparan, termasuk mempertimbangkan kondisi fisik Agus.
Kasus ini masih dalam penyelidikan, dan masyarakat terus menunggu perkembangan lebih lanjut.
Korban Baru Bermunculan
Ketua Komisi Disabilitas Daerah NTB, Joko Jumadi, mengonfirmasi adanya tambahan laporan dari 10 korban baru. Sebelumnya, tiga laporan awal sudah ditindaklanjuti dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Dari yang sudah di-BAP itu tiga orang, ditambah laporan yang baru disampaikan ke kami ada 10 orang, jadi totalnya 13,” ujar Joko.
Peningkatan jumlah korban ini memperkuat dugaan adanya pola atau modus tertentu dalam kasus ini.
Potensi Jeratan Hukum Tambahan
Dengan adanya korban anak di bawah umur, Agus berpotensi dijerat pasal tambahan terkait kekerasan seksual terhadap anak. Saat ini, kepolisian masih memproses laporan baru tersebut, mempertimbangkan apakah akan digabung dalam kasus yang sama atau diperlakukan terpisah.
Respons Publik dan Polemik
Kasus ini semakin menjadi perhatian publik karena melibatkan pelaku dengan disabilitas fisik. Agus, yang tidak memiliki kedua lengan, menolak keras semua tuduhan tersebut.
“Bagaimana mungkin saya bisa melakukan ini semua? Bahkan aktivitas sehari-hari saya dibantu orang lain,” tegas Agus.
Sementara itu, para korban didampingi oleh pihak berwenang dan organisasi pendamping untuk memberikan keterangan lebih lanjut.
Proses Hukum Berjalan
Polisi berjanji akan menangani kasus ini secara profesional dan transparan. Meskipun ada tantangan logis terkait kondisi fisik Agus, pihak penyidik terus mengumpulkan bukti dan mendengarkan keterangan saksi untuk memastikan keadilan bagi semua pihak.
Perkembangan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, baik mengenai dugaan tindak pidana maupun klaim pembelaan Agus. Masyarakat menunggu penyelesaian yang adil dan komprehensif.***
Comment