MediaKitaNews – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta baru saja menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) baru yang mengatur pemberian izin perkawinan dan perceraian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah diperbolehkannya poligami dalam kondisi tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1).
Aturan ini menyebutkan, poligami diperbolehkan jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun menikah.
Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Aktivis Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi.
Dalam wawancara dengan Pro 3 RRI pada Jumat malam (17/1/2025), Ika menyatakan bahwa poligami sangat merugikan perempuan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender.
Menurut Ika, poligami berpotensi melanggengkan kekerasan terhadap perempuan dan mengganggu keharmonisan rumah tangga.
“Di dalam perkawinan ada juga keinginan mewujudkan relasi dan harmonis, tentunya ini akan bertolak belakang,” tegasnya dikutip dari RRI.co.id, Sabtu (18/1/2025).
Ika juga mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
Konvensi ini menekankan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi, termasuk dalam pernikahan dan hubungan keluarga.
“Ini justru bertentangan dengan kebijakan yang sudah diatur oleh pemerintah sebelumnya. Sebuah kebijakan yang lebih menghargai perempuan,” tambahnya.
Ika mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk mempertimbangkan kembali pergub tersebut. Ia menyarankan agar aturan ini dihapus karena dinilai tidak mendesak dan justru merugikan perempuan.
Sebagai gantinya, ia mendorong pemerintah untuk lebih fokus pada upaya mempromosikan kesetaraan gender melalui pelatihan dan pendidikan bagi ASN.
“Saya pikir justru akan lebih bermanfaat kalau Pemprov DKI Jakarta mempromosikan tentang pentingnya kesetaraan gender. Sehingga ada upaya diskusi dan membangun konstruksi yang positif bersama,” ujar Ika.
Kritik ini menjadi refleksi penting bagi Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan kebijakan yang diterapkan sejalan dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan.***
Baca Juga : Presiden Prabowo Tetapkan 10 Hari Cuti Bersama ASN Tahun 2025, Hak Cuti Tahunan Tetap Aman
Comment