MediaKitaNews – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menetapkan seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram berinisial WJ sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi.
Penetapan ini dilakukan usai proses penyidikan mendalam atas laporan resmi yang disampaikan para korban dengan pendampingan Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB.
Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, dalam keterangannya pada Jumat (23/5/2025), menyebutkan bahwa WJ diduga kuat melakukan pelecehan fisik terhadap mahasiswi yang tinggal di Asrama Putri UIN Mataram, tempat di mana ia menjabat sebagai kepala asrama.
“Status yang bersangkutan sudah kami tingkatkan menjadi tersangka. Saat ini ia ditahan di Rutan Polda NTB,” ungkap AKBP Puja pada Jumat (23/05/2025) dikutip dari tribratanews.ntb.polri.go.id.
Pihak kepolisian telah memeriksa lima korban dan dua saksi, serta menyita sejumlah barang bukti, termasuk percakapan digital dan dokumen administratif yang menguatkan peran tersangka. Kasus ini mencuat setelah para korban mulai berani bersuara, meski sempat tertekan oleh posisi kekuasaan pelaku dan ancaman pencabutan beasiswa.
“Sebagian besar korban penerima beasiswa Bidikmisi. Pelaku menggunakan ancaman administratif untuk menekan korban agar diam,” jelas Joko Jumadi dari KSKS NTB.
Dugaan pelecehan terjadi sejak 2021 hingga 2024 dan dilakukan di lingkungan asrama kampus. Dari hasil pendataan KSKS NTB, terdapat tujuh korban, namun hanya lima yang bersedia memberikan keterangan langsung kepada penyidik Subdit Renakta Polda NTB.
Olah tempat kejadian perkara (TKP) dan rekonstruksi telah dilakukan. Proses hukum kini berlanjut pada tahap pemberkasan dan pelimpahan ke kejaksaan.
WJ dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yakni Pasal 6 huruf A atau C dengan pemberatan Pasal 15 huruf B atau E, karena jumlah korban lebih dari satu.
Pihak Polda NTB memastikan komitmen untuk menangani kasus ini secara transparan dan profesional, serta terus memberikan ruang aman bagi korban untuk melapor.***