Kupang, MediaKitaNews -Media massa berperan strategis dalam menyebarluaskan informasi kepada publik, maka keterlibatan media sangat dibutuhkan dalam mendiseminasi informasi masalah kebencanaan dan adaptasi perubahan iklim di wilayah yang memiliki kerentanan bencana alam.
Hal ini mendorong Yayasan PIKUL bekerja sama dengan OXFAM dan Australian Aid menyelenggarakan Workshop Keterlibatan Media Dalam Isu Kebencanaan dan Adaptasi Perubahan Iklim di Nusa Tenggara Timur (NTT). Karena wilayah kepulauan NTT memiliki potensi ancaman bencana seperti bencana kekeringan, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, gelombang tinggi dan gunung meletus.
Direktur Yayasan PIKUL Torry Kuswardono, selaku penyelenggara kegiatan Workshop dalam sambutannya menegaskan bahwa media massa sebagai salah satu pilar demokrasi selain lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif memegang peranan penting dalam menyebarluaskan informasi kepada publik. Media tidak saja memberikan informasi tetapi media juga sebagai kekuatan penyeimbang dan kontrol terhadap tiga pilar demokrasi. Media juga dapat mencerminkan publik itu sendiri.
“Namun, media juga ibarat pisau bermata dua bisa baik dan juga buruk jika salah menggunakannya,” tegas Torry, sapaan karibnya.
Kebebasan media sangat dihormati, kata Torry, seperti di Amerika Serikat saking bebasnya media tidak boleh diatur oleh apapun, tetapi di Indonesia kebebasan pers diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999.
Saat ini di tengah era disrupsi teknologi komunikasi, sebuah informasi dapat menyebar dalam hitungan detik di berbagai platform media bahkan sosial media menjadi yang paling cepat dan banyak pengguna tanpa verifikasi data dan informasi.
Sehingga dibutuhkan peran media massa baik cetak, elektronik dan online yang sering disebut media mainstream untuk mengolah berbagai informasi yang berseliweran di dunia maya dalam berbagai bentuk sosial media dengan menekankan pada akurasi data dan sumber yang berkompeten.
Media massa harus mewakili kepentingan publik dalam menggali dan menyebarkan informasi agar bermanfaat bagi masyarakat pengguna dan memberikan kritik konstruktif kepada pemerintah dalam mengambil kebijakan.
Diharapkan media massa ikut berperan meningkatkan akses publik terhadap informasi terkait masalah kebencanaan dan adaptasi perubahan iklim yang berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan umat manusia.
Kepala Stasiu klimatologi BMKG Lasiana Rahmattulloh Adji mengatakan, secara periodik BMKG selalu menyampaikan rilis prakiraan cuaca. Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009, BMKG memberikan layanan informasi dalam dua bentuk yaitu informasi publik dan informasi khusus.
“Informasi publik seperti informasi prakiraan cuaca, prakiraan musim, prakiraan tinggi gelombang, prakiraan potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), informasi kualitas udara, informasi gempa tektonik, informasi magnet bumi dan informasi tabulasi data waktu, ditambah peringatan cuaca ekstem, iklim ekstrem, gelombang laut berbahaya dan tsunami” jelasnya.
Sementara informasi khusus yang diberikan kepada pihak tertentu untuk keperluan khusus seperti informasi cuaca untuk penerbangan, pelayaran, pelabuhan, pengeboran untuk lepas pantai, informasi iklim untuk agro industri, informasi kualitas udara untuk industri, informasi peta kegempaan untuk perencanaan konstruksi, informasi MKG untuk klaim asuransi dan sesuai permintaan.
Ada informasi yang bisa diakses langsung oleh publik tetapi ada yang butuh proses yang sudah diatur dalam peraturan yang berlaku demi menjaga efisiensi penggunaan data dan informasi sesuai kebutuhan.
Pada tempat yang sama, Akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Dr Ir Roddialek Pollo, M.Si menjelaskan tentang kebutuhan dan tantangan diseminasi informasi cuaca dan iklim dari BMKG bagi masyarakat.
Dijelaskannya, diseminasi data dan informasi tentang meteorologi, klimatologi dan geofisika sangat tergantung status pengguna atau siapa user karena masing-masing orang dan lembaga punya kepntingan dan kebutuhan berbeda terhadap suatu data dan informasi.
“Kebutuhan dan tantangan diseminasi data dan informasi tergantung status dan posisi users (pengguna): pemerintah, lembaga swasta, perguruan tinggi, lembaga riset, pemerhati lingkungan, praktisi, petani, nelayan, mahasiswa atau masyarakat umum,” jelas Odi, sapaan akrabnya.
Menurutnya, diseminasi data dan informasi mesti memenuhi Prinsip ‘DDCTAMD’ (mudah diakses, cepat, tepat, akurat, dan mudah dipahami). Apalah gunanya menampilankan data-data ilmiah tapi tidak dipahami masyarakat pengguna, maka mesti diolah data dan informasi ke dalam narasi yang mudah dipahami dan bisa dilaksanakan mayarakat umum.
Odi Pollo menjelaskan, data dapat diakses artinya mudah diperoleh dan diteruskan. Mengakses berarti memperoleh informasi dan meneruskan atau forward kepada pihak lain. “Dan cepat artinya dalam waktu singkat dapat menempuh jarak cukup jauh (perjalanan, gerakan, kejadian, dsb.),” tambahnya.
Tepat artinya kena benar (pada sasaran, tujuan, maksud, dsb.); betul atau cocok (tentang dugaan, ramalan, dsb.), tepat waktu, tepat lokasi, tepat cara. Bencana hidrometeorologis di Kab. Kupang dan info praktis soal kekeringan bagi petani: meteorologis (BMKG), hidrologis (PUPR, BPBD), pertanian (Distan, BPBD) dan SOSEK (Distan, Dinas Kesra; BPBD, SAR/BPP).
“Akurat artinya teliti; saksama; cermat; tepat benar. Tingkat kesahihan 75 persen (forecasting atau prakiraan) dan ‘mean values’,” sebutnya. Mudah dipahami artinya mudah dimengerti, sederhana atau praktis, dapat diterima oleh kelompok yang lebih luas.
Untuk efisiensi dan efektivitas BMKG harus memberikan informasi yang berbasis public research. Rilis yang matang untuk dikonsumsi publik.
Odi Pollo menyarankan agar BMKG berani ke luar dari ghetto-ghetto atau bentengnya’ dengan melakukan diseminasi atau pelatihan (ToT) pemahaman prakiraan cuaca/iklim ke media massa, petani, peternak, nelayan, mahasiswa dan masyarakat umum. Didahului dengan need assessment kebutuhan data dan informasi oleh lembaga peserta dan masyarakat.
Odi Pollo menawarkan dua solusi Publikasi Data dan Informasi Cuaca/Iklim, yaitu: Pertama, diseminasi atau publikasi oleh BMKG ke publik diusahakan bukan “bahan mentah” sehingga sulit untuk dipahami dan dimanfaatkan langsung oleh media dan masyarakat umum karena berbagai konsep dan terminologi yang cenderung ‘academic minded’. Dengan cara memahami oleh publik berbeda (public/individual awareness atau public/individual education) karena berbeda latar belakang pendidikan, pengalaman, dll.
Kedua, perlu pembentukan “Kaukus Peduli Data dan Informasi Cuaca/Iklim” (KP-DICI) yang akan berperan semacam ‘chef/koki’ demi ‘membumikan’ diseminasi data dan informasi oleh BMKG, dengan keanggotaan yang bersifat integratif-komprehensif terdiri dari unsur BMKG, unsur BPBD, dosen, peneliti, organisasi profesi, media massa (RRI, TVRI, media online), pelaku usaha, praktisi, LSM, dll.
Kegiatan yang berlangsung selama hampir lima jam itu dihadiri oleh 20 lebih peserta dari beberapa unsur pentahelix, untuk meningkatan kesadaran kolektif kepedulian terhadap bencana. Elemen pentahelix ini adalah pemerintah, masyarakat/komunitas, akademisi, dunia usaha, dan media.
Pemerintah berperan dalam menciptakan lingkungan pendukung melalui pembuatan kebijakan penanggulangan bencana kemudian mengkomunikasikan program dan kebijakan tersebut kepada masyarakat. Masyarakat/komunitas mendorong perubahan perilaku di level individu melalui gerakan Penanggulangan Resiko Bencana (PRB) berbasis komunitas dan menggerakkan tenaga relawan untuk isu kebencanaan.
Di sisi lain, akademisi berperan dalam mengkaji data dan fakta di lapangan sebagai bahan pengambilan keputusan. Mereka juga menyumbangkan ilmu serta kepakarannya dalam kolaborasi melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
Dunia usaha juga memiliki peran penting melalui prinsip-prinsip usaha yang berdasarkan PRB, juga turut serta dalam PRB melalui dana tanggung jawab sosial (CSR). Terakhir, media memiliki peran penting untuk mengamplifikasi kebijakan pemerintah dan perubahan perilaku di masyarakat melalui publikasi dan sosialisasi.
Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing, setiap elemen pentahelix saling menopang dan harus bersinergi. Elemen pentahelix tidak hanya bekerja sama saat bencana terjadi tetapi mulai dari pra-bencana, tanggap darurat, hingga pasca bencana.
Workshop berlangsung di Hotel Neo Aston pada Selasa, 24 Mei 2022, pukul 09.00-14.00 WITA yang dimoderatori oleh Ifana Tungga dari PIKUL dan Ketua Forum PRB Provinsi NTT, Buce E. Y. Ga.
Dalam sesi dialog dengan suara bulat para peserta menghendaki adanya suatu wadah untuk pertukaran informasi terkait rilis kebencanaan dan iklim yang ditelurkan BMKG untuk dimatangkan bersama sebelum disuguhkan ke publik.**(MediaKitaNews/RadarNTT)
Comment