MediaKitaNews – Amerika Serikat diprediksi akan menjadi saksi gelombang protes terbesar dalam peringatan Hari Buruh Internasional, Kamis (1/5/2025), dengan puluhan ribu demonstran turun ke jalan di lebih dari 1.000 kota. Aksi bertajuk “May Day Strong” ini menyoroti kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump yang dinilai merugikan kelas pekerja dan komunitas imigran.
Demonstran memprotes pemangkasan ribuan pekerjaan federal, penggerebekan imigrasi besar-besaran, serta dominasi para miliarder dalam pemerintahan—terutama Elon Musk, yang dituding berperan dalam upaya pelemahan birokrasi dan pelayanan publik.
“Kami sedang merebut kembali kekuasaan dari para elit korporat. Kami tidak akan gentar menghadapi Trump, Musk, atau para miliarder pendukung mereka,” demikian pernyataan resmi penyelenggara dalam situs “May Day Strong” dikutip dari RRI.co.id.
Para aktivis menyebut serangan terhadap serikat buruh, pemotongan dana pendidikan, dan privatisasi layanan publik sebagai bentuk “perang terhadap kaum pekerja.” Mereka juga menolak segala bentuk kekerasan dalam aksi ini dan menegaskan tekad untuk menjaga protes tetap damai.
Meski tidak diakui secara resmi oleh pemerintah, peringatan May Day tetap menjadi simbol perlawanan bagi buruh Amerika sejak abad ke-19. Di bawah pemerintahan sebelumnya, 1 Mei bahkan sempat diubah maknanya menjadi “Law Day” dan “Loyalty Day” untuk menjauhkan publik dari semangat perjuangan buruh.***