MediaKitaNews – Seorang guru di Malaysia meluapkan keresahannya di media sosial setelah mendapati sejumlah muridnya menggunakan kosakata Bahasa Indonesia dalam tugas karangan sekolah. Kata-kata seperti “berencana”, “teman-teman”, dan “rumah sakit” disebut tidak sesuai dengan standar Bahasa Melayu Malaysia yang digunakan dalam sistem pendidikan negeri jiran tersebut.
Dalam unggahannya dikutip dari Instagram @fakta.indo, Senin (7/7/2025), sang guru menulis:
“Cikgu bebel bukan suka-suka… Tolong ye ibu bapa, pantau konten anak-anak. Sekarang karangan penuh perkataan macam ‘berencana, teman-teman, rumah sakit’,”
Guru tersebut juga mengimbau para orang tua untuk lebih memantau konten digital yang dikonsumsi anak-anak, sebab menurutnya, tayangan-tayangan dari Indonesia yang banyak beredar di TikTok, Instagram, dan YouTube menjadi penyebab utama pengaruh kosakata asing itu masuk ke dalam penulisan murid.
Fenomena ini memicu diskusi publik, tidak hanya di Malaysia tetapi juga di Indonesia. Banyak yang menyadari bahwa pengaruh budaya lintas negara kian sulit dibendung, apalagi dalam era digital.
Menariknya, di Indonesia sendiri, anak-anak juga kerap menggunakan kosakata khas Malaysia seperti “abang”, “adik”, atau “polis” karena paparan konten populer asal Malaysia, seperti serial animasi Upin & Ipin.
Reaksi warganet pun beragam. Sebagian besar memahami posisi sang guru yang hanya menegakkan aturan bahasa yang berlaku di sistem pendidikan Malaysia.
“Jangan salah faham ye warga Indonesia, cikgu tu bukan tak suka Bahasa Indonesia malah menghormatinya… tapi murid-murid mesti menggunakan Bahasa Melayu Malaysia dalam peperiksaan,” tulis akun @hzyvm di kolom komentar Instagram @fakta.indo.
“Lah gurunya bener, kan itu di Malaysia. Wajar dia mengajarkan Bahasa Malaysia yang baik dan benar,” ujar akun @bayuariefprakoso.
“Saya dukung cikgu, karena memang harusnya para murid pakai Bahasa Melayu untuk keseharian atau formal saat di sekolah. Semangat bu cikgu,” tambah akun @adjiekaiizan07.
Diskusi ini menunjukkan betapa erat dan dinamisnya hubungan bahasa antara Indonesia dan Malaysia. Meski memiliki akar bahasa yang sama, penggunaan dalam konteks resmi tetap memiliki perbedaan mendasar yang perlu dijaga, terutama dalam dunia pendidikan.
Sebagian pihak melihat fenomena ini sebagai tantangan sekaligus peluang untuk memperkuat literasi digital dan budaya bahasa di kalangan pelajar, tanpa mengurangi rasa hormat antarbangsa serumpun.***