Berita

Dikirim ke Barak Tanpa Tahu Alasan, KPAI : Ini Bisa Langgar Hak Anak!

212
×

Dikirim ke Barak Tanpa Tahu Alasan, KPAI : Ini Bisa Langgar Hak Anak!

Share this article
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah / Tangkapan layar Instagram @kpai_official

MediaKitaNews – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim pelajar bermasalah ke barak militer menuai sorotan tajam dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyatakan bahwa program tersebut berpotensi melanggar hak anak dan mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaannya.

“Kami mengharapkan tidak terjadi pelanggaran hak anak ini, tetapi potensi mengarah ke situ ada. Bahkan ada 6,7 persen anak mengatakan tak tahu kenapa saya ada di sini,” ujar Ai Maryati pada Jumat (16/5/2025) dikutip dari Instagram @fakta.indo.

Example 300x600

“Temuan ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali terhadap ketepatan sasaran peserta,” tambahnya.

Menurut KPAI, program yang dirancang untuk menanggulangi perilaku menyimpang pelajar, seperti merokok, membolos, dan tawuran, masih belum memiliki kerangka kerja yang baku.

Barak Berbeda, Standar Tak Seragam

Komisioner KPAI, Jalsa Putra, menambahkan bahwa hasil pengawasan menunjukkan ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan program di berbagai lokasi.

“Kami menemukan perbedaan mencolok antara barak di Purwakarta dan Lembang, baik dalam struktur program maupun metode pengajaran, padahal peserta memiliki latar belakang pendidikan yang serupa,” jelas Jalsa.

Ketidakteraturan ini dinilai dapat memengaruhi efektivitas program, apalagi penentuan peserta hanya mengandalkan rekomendasi guru Bimbingan Konseling (BK) tanpa asesmen psikologis profesional. Lebih parah, sebagian siswa mengaku mendapat ancaman tidak naik kelas jika menolak mengikuti program tersebut.

“Dari wawancara kami, perilaku menyimpang anak-anak ini seringkali dipicu oleh pola asuh keluarga yang kurang optimal. Maka, pendekatannya seharusnya lebih komprehensif, bukan hanya dengan penempatan di barak,” tegas Jalsa.

Respons Kritis dari Warganet

Pernyataan KPAI terkait program ini menuai respons keras dari warganet. Banyak pengguna media sosial merasa KPAI kurang responsif terhadap berbagai permasalahan anak yang lebih mendesak.

“MOHON MAAF YAA 🙏🏻 KPAI ANDA KEMANA PAS SAYA DULU BUTUH KEADILAN UNTUK ANAK.. TIAP HARI DATENGIN KANTORNYA MINTA TOLONG MINTA SOLUSI, MINGKEM BAE.. GILIRAN GINI RAME,” tulis akun @natnimirah di kolom komentar unggahan akun Instagram @fakta.indo.

Komentar senada juga disampaikan akun @shiranaifuri: “Anak-anak tawuran lu kemane ae bos, anak-anak kena bully juga kalau gak viral lu diem ae bos.”

Sementara akun @andrianto_budiman menyindir balik KPAI: “Aduh buk buk, kalau anak sekolah tawuran gak melanggar Komnas HAM gitu maksudnya? Lucu lu 😂.”

Beberapa warganet lainnya menilai bahwa KPAI sebaiknya fokus memperbaiki kinerja internal dibanding mengomentari program pemerintah daerah. Akun @teguh_piman menulis: “KALO KPAI BEKERJA, KENAPA MASIH BANYAK ANAK TERLANTAR, DI LAMPU MERAH, NGEMIS, NGAMEN, MULUNG DLL, JAWAB???”

Minta Evaluasi, Bukan Pembatalan

Meski menuai kontroversi, KPAI menegaskan bahwa mereka tidak menolak program pembinaan terhadap pelajar bermasalah. Namun, lembaga ini mengingatkan bahwa semua bentuk intervensi terhadap anak harus berbasis pada prinsip perlindungan hak anak dan dilakukan dengan pendekatan profesional.

“Kami mendukung upaya pembinaan, tetapi harus melalui prosedur yang jelas, transparan, dan tidak bersifat represif,” tegas Ai Maryati.

Program barak militer ini sebelumnya diluncurkan sebagai respons atas meningkatnya kasus kenakalan remaja di sejumlah daerah di Jawa Barat. Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pendekatan kedisiplinan ala militer dinilai mampu membentuk karakter dan tanggung jawab pelajar. Namun kini, dengan sorotan dari KPAI dan publik, masa depan program ini kemungkinan besar akan dikaji ulang.***

Example 300250
Example 120x600