MediaKitaNews – Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret Kepala Desa Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, terus bergulir. Setelah dilaporkan oleh korban berinisial CLA yang adalah Sekretaris Desa Oesao, Polda NTT akhirnya menetapkan sang kepala desa, ADP, sebagai tersangka.
Informasi yang dihimpun, penetapan tersangka terhadap ADP dilakukan pada Selasa, 7 Mei 2025 lalu. Hal ini berdasarkan surat penetapan tersangka bernomor S.Tab/24/V/2025/Ditreskrimum serta laporan polisi nomor LP/B/84/III/SPKT/Polda NTT tertanggal 25 Maret 2024.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTT, Kombes Pol. Patar Silalahi, membenarkan penetapan tersangka terhadap ADP.
“Ya, nanti kita panggil untuk pemeriksaan sebagai tersangka. Setelah itu, kita akan lengkapi berkas untuk kemudian tahap satu ke kejaksaan,” ujar Kombes Patar Senin (19/5/2025) dikutip dari Kupangberita.com.
Senada dengan itu, Kasubdit IV Polda NTT, Kompol Ribka Huberta Hangge, S.H., M.H., menyatakan bahwa kasus ini masih terus berproses. Namun, pihak kepolisian belum membuka seluruh kronologi ke publik karena masih ada tahapan pemeriksaan lanjutan.
Berdasarkan kronologi, dugaan pelecehan seksual terjadi pertama kali pada Desember 2023. Saat itu, korban CLA sedang bersama terlapor di Kantor Desa Oesao. Tanpa persetujuan korban, ADP diduga memegang bagian sensitif tubuh korban. Korban yang merasa dilecehkan langsung mendorong ADP dan meninggalkan ruangan.
Namun, kejadian tidak berhenti di situ. Pada Januari 2024, ADP kembali melakukan tindakan tak senonoh saat datang berbelanja di kios milik korban. Meski telah diingatkan oleh korban agar pergi, ADP justru memeluk korban secara paksa, mencium, serta memasukkan tangan ke dalam pakaian korban dan meremas payudara korban.
Korban yang berontak berhasil melepaskan diri, bertepatan dengan kedatangan anak korban yang menjadi saksi peristiwa tersebut. ADP yang panik langsung melarikan diri.
Masih di bulan yang sama, tindakan serupa kembali terjadi di Kantor Desa Oesao. Ketika korban hendak mengunci ruangan kantor yang sudah sepi, ADP diduga memeluk korban dari belakang, menarik tubuh korban hingga terduduk, lalu kembali melakukan pelecehan sebagaimana sebelumnya. Korban yang ketakutan melarikan diri melalui pintu belakang kantor.
Merasa tidak tahan dan tertekan, korban akhirnya menceritakan seluruh kejadian kepada suaminya. Mereka mencoba menyelesaikan secara kekeluargaan dengan mendatangi ADP, namun tidak ada itikad baik dari pihak terlapor. Didampingi oleh suami dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Kabupaten Kupang, korban akhirnya melaporkan kejadian ini ke Polda NTT.
Sebelumnya, sempat dilakukan mediasi di Polsek Kupang Timur yang diinisiasi oleh BPD Desa Oesao. Namun mediasi berakhir tegang karena ADP dengan tegas membantah seluruh tuduhan.
“Hal ini dong laki bini yang cerita sendiri, bukan orang laen, kaluar dari beta pung mulut satu kata pun tidak pernah ada, jangan katong baomong sumpah sonde ada yang talalu putih bersih ke salju disini,” ujar ADP saat mediasi dengan logat khas Kupang, dikutip dari kupangterkini.com, Kamis (22/5/2025).
Pasca penetapan tersangka, suasana di Desa Oesao menjadi memanas. Pada tembok kantor desa dan pintu kantor Bumdes, ditemukan tulisan-tulisan bernada hinaan dan cacian terhadap ADP. Hal ini mencerminkan keresahan warga desa terhadap situasi yang berkembang.
Menurut informasi tambahan yang diperoleh, kasus ini bermula sejak laporan awal oleh korban pada Maret 2024. Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan sejak 25 Februari 2025, Polda NTT akhirnya menetapkan ADP sebagai tersangka.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan kepala desa aktif yang memiliki jabatan struktural. Polda NTT berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini sesuai prosedur hukum yang berlaku dan memberikan perlindungan hukum kepada korban.
Hingga kini, proses hukum masih terus berjalan. Polda NTT berencana memanggil tersangka untuk pemeriksaan lanjutan sebelum berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan. Kasus ini menjadi peringatan serius bahwa kekuasaan tidak boleh digunakan untuk melakukan tindakan tak terpuji, terlebih terhadap bawahannya sendiri.***