Advokat Paulus Seran Tahu sebut Kantor Bupati Malaka Perlu Diperiksa Sebelum Ditempati

Berita, HUKUM221 Views

MediaKitaNews – Pemerintah Kabupaten Malaka resmi menginstruksikan pemindahan kembali peralatan dan perlengkapan kerja ke gedung kantor bupati yang lama. Instruksi ini sejalan dengan arahan Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran dan Henri Melki Simu, yang meminta agar aktivitas pemerintahan tetap berlangsung di gedung tersebut.

Keputusan ini didasarkan pada surat pemberitahuan resmi Pemkab Malaka dengan nomor Pem. 13/61/II/2025, yang menegaskan bahwa seluruh jajaran pemerintahan harus segera menyesuaikan diri dengan kebijakan ini. Surat tersebut juga mengacu pada pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Malaka periode 2025-2030 yang telah dilaksanakan pada 20 Februari 2025 oleh Presiden Republik Indonesia.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah daerah menginstruksikan kepada para Asisten Sekretaris Daerah serta seluruh Kepala Bagian untuk segera melakukan pemindahan kembali semua peralatan dan perlengkapan kerja ke kantor bupati lama. Proses pemindahan ini dijadwalkan berlangsung mulai 24 Februari 2025 hingga 1 Maret 2025.

Keputusan ini memicu perbincangan hangat di kalangan masyarakat Malaka, terutama di media sosial. Beredar informasi bahwa salah satu alasan kantor bupati baru belum ditempati adalah karena akses jalan menuju lokasi belum tersedia. Selain itu, terdapat desakan agar pembangunan kantor bupati diaudit terlebih dahulu oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum digunakan.

Menanggapi polemik tersebut, Advokat Paulus Seran Tahu, SH., M.Hum., dalam pernyataannya kepada MediaKitaNews, Jumat (28/2/2025), mengungkapkan bahwa bangunan Kantor Bupati Malaka yang telah diresmikan oleh Bupati Malaka, Simon Nahak, pada 23 Januari 2025, menghabiskan anggaran lebih dari 94 miliar rupiah yang berasal dari uang rakyat. Oleh karena itu, sebelum digunakan, diperlukan pemeriksaan menyeluruh guna memastikan bahwa bahan dan material yang digunakan sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak.

Selain itu, terdapat anggaran senilai 3,2 miliar rupiah untuk pembebasan lahan guna pembangunan jalan akses masuk ke kantor bupati. Namun, hingga kini, jalan tersebut belum ada atau belum dikerjakan sama sekali. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya potensi kerugian keuangan negara akibat belum terealisasinya item pekerjaan jalan tersebut.

Sehubungan dengan hal ini, berbagai pihak mendesak dan mendukung Inspektorat Kabupaten Malaka, BPK, serta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan secara menyeluruh, transparan, dan profesional terhadap pihak penyedia, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta pihak-pihak terkait lainnya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menghitung potensi kerugian negara dengan merujuk pada kontrak atas pekerjaan tersebut.

Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, serta lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Guna memastikan bahwa pemeriksaan dan penyelidikan berlangsung tertib dan lancar, Kantor Bupati Malaka sebagai objek pemeriksaan harus tetap bersih dan bebas dari segala aktivitas yang dapat berpotensi menjadi tekanan atau intervensi terhadap proses hukum. Hal ini untuk mencegah perintangan atau penghilangan barang bukti.

Dalam konteks ini, Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa perkara korupsi dapat dipidana dengan hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun serta denda antara 150 juta hingga 600 juta rupiah.***