MediaKitaNews – Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali mencuat. Dari total 22 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tujuh DPC secara tegas menolak Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum (Kemenkum) yang mengesahkan kepengurusan kubu Mardiono.
Penandatanganan SK dilakukan oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, pada Rabu (1/10/2025). SK tersebut menetapkan Mardiono sebagai Ketua Umum PPP. Supratman menjelaskan, keputusan itu diambil setelah melalui penelitian sejumlah dokumen.
“Kemarin pagi saya sudah menandatangani SK pengesahan kepengurusan Bapak Mardiono,” kata Supratman saat menghadiri rapat paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025), dikutip dari detik.com.
“Apakah SK itu sudah diambil, saya belum tahu karena saya serahkan kepada teman-teman di Kemenkum. Yang jelas saya sudah tanda tangani kepengurusan itu,” sambungnya.
Namun, ketujuh DPC PPP dari Sumba Barat, Nagekeo, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Lembata, dan Ende menolak SK tersebut. Mereka menyatakan tetap solid mendukung Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum hasil Muktamar X, yang dinilai sah sesuai mekanisme organisasi.
“Kita berdoa saja, perang di level elit belum selesai, kita tunggu saja,” ujar Abdul Kadir, Ketua DPC PPP Nagekeo yang akrab disapa Abang Kadir.
Menurutnya, SK Kemenkum yang mengesahkan kubu Mardiono tidak mencerminkan fakta persidangan Muktamar X. Ia menegaskan, pihak yang kini mengklaim kepengurusan justru meninggalkan arena muktamar.
“Oleh karena itu, kami tujuh DPC menolak SK kubu Mardiono,” tegasnya.
Senada dengan itu, Abdul Wahab, Sekretaris DPC PPP Sumba Barat, menilai keputusan Menkum tidak bisa diterima karena bertentangan dengan hasil aklamasi yang menetapkan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum.
“Kami meminta Presiden Prabowo untuk memerintahkan Menkum mencabut SK tersebut. Langkah ini penting agar PPP tidak semakin terbelah,” ujarnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dukungan di tingkat daerah masih terbelah. Dua kubu besar PPP terus saling klaim legitimasi, sementara para kader di NTT berharap Presiden turun tangan agar partai berlambang Ka’bah itu tidak semakin terpecah.***